Apa yang
terbayang di benak anda bila
ditanya
tentang “Kebudayaan Jawa” ? Hal yang mungkin muncul adalah wayang, keris dan
batik. Ketiga hal tersebut, adalah karya-karya leluhur bangsa yang selain
indah, juga sarat akan nilai-nilai filosofis. Bahkan ketiga-tiganya telah
mendapat perhatian khusus oleh dunia melalui penghargaan yang diberikan UNESCO.
Sebagai anak bangsa, tidak ada alasan untuk tidak berbangga karena nenek moyang
kita adalah para seniman handal dan juga seorang filsuf.
Pada kesempatan ini, penulis akan berbicara tentang KERIS. Menurut Bambang Harsrinuksmo, suatu benda bisa digolongkan sebagai keris bila memenuhi criteria :
Terdiri
dari dua bagian utama, yaitu bagian bilah keris (termasuk pesi) dan bagian
ganja. Bagian bilah dan pesi melambangkan wujud lingga , sedangkan bagian ganja
melambangkan wujud yoni. Persatuan antara lingga dan yoni merupakan perlambang
harapan atas kesuburan, keabadian dan kekuatan.
Bilah
keris harus membentuk sudut tertentu terhadap ganja, tidak tegak lurus.
Kedudukan bilah yang condong (menunduk) adalah perlambang dari sifat manusia
Indonesia, yang senantiasa menghargai sesama dan Pencipta. Semakin berilmu,
semakin tunduk orang itu.
Ukuran
panjang keris yang lazim adalah antara 33 cm sampai 38 cm. Keris yang amat
kecil dan pendek, tidak bisa digolongkan sebagai keris, melainkan semacam jimat
berbentuk keris-kerisan.
Keris
yang baik harus dibuat dan ditempa dari tiga jenis logam, minimal dua, yakni
besi, baja dan bahan pamor.
Orang
awam, sering menganggap keris semata-mata sebagai senjata untuk pertarungan di
medan perang. Pendapat semacam ini tidak bisa disalahkan karena bentuk keris
memang menyerupai senjata tikam. Namun, ada fungsi lain, yang bila kita
memahaminya, mungkin akan membuat kita akan kecanduan dan sangat mencintai
karya nenek moyang kita ini.
Empu
adalah seorang motivator. Melalui dapur (bentuk) dan juga pamor sebilah keris,
seorang empu memotivasi pemegang pusaka hasil karyanya. Sebilah keris dengan
pamor udan mas yang artinya adalah ”Hujan Emas”, mengandung harapan, agar
pemegang pusaka selalu semangat dalam bekerja, sehingga rejeki yang diperoleh
berlimpah-ruah seperti “Hujan Emas.”
Jadi,
power sebuah keris, bukan terdapat pada hal gaib seperti setan, jin, ataupun
makhluk halus lainnya, melainkan pada kemampuan si pemegang pusaka memaknai dan
termotivasi oleh pusaka miliknya. Dengan pengertian dan pemahaman seperti itu,
bisa mencegah kita melakukan perbuatan menduakan Tuhan dan memberbaiki citra
keris di mata masyarakat.
Empu
juga adalah seniman metalurgi. Melalui tangannya beberapa jenis logam ditempa,
dibentuk menjadi berbagai macam corak (pamor), tentu saja dengan
makna dan harapan tertentu. Lapisan besi hitam dan putih yang ditempa,
bisa direkayasa menjadi ratusan jenis pamor. Misalnya pamor ngulit semangka
(menyerupai kulit buah semangka), wos wutah (seperti beras yang tumpah), udan
mas (hujan emas), putri kinurung (seperti putri yang dikurung), junjung drajat,
pandita abala pandita (pendeta berteman dengan pendeta), dan masih banyak lagi.
Persatuan
lingga-yoni yang diwujudkan melalui pesi dan ganja pada keris mengandung
harapan persatuan dualitas yang ada dan membentuk dunia ini. Siang-malam,
pria-wanita, angkara murka-kebenaran, semuanya ada dan akan tetap ada selama
dunia ini masih terus berputar. Nenek moyang kita bukan orang biasa, mereka
merangkum alam semesta di dalam karyanya
Sumber:: Adopsi Keris Grup Facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar